banner
Tampilkan postingan dengan label Cara Trading. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cara Trading. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Desember 2013

Memaksimalkan fungsi Limit Order atau Pending Order

Banyak mereka yang semula tertarik untuk berinvestasi di forex akhirnya menjadi tidak tertarik karena alasan forex itu menyita waktu untuk mengikuti pergerakan harga pasar. Hal ini tidak sepenuhnya benar dan juga tidak sepenuhnya salah. Kalau bagi mereka yang memang sudah memutuskan forex sebagai bahagian dari kehidupannya, menghabiskan waktu mengamati running dan pergerakan harga adalah suatu hal yang sudah semestinya dilakukan. Untuk tingkat pemula apakah hanya paruh waktu atau berniat untuk full time dengan konsep trading pada tingkat tehnikal trader tidaklah menyita banyak waktu. Mereka bisa mengunakan limit order atau pending order sebagai entry point memasuki pasar dan merekapun bisa menggunakan limit order atau pending order untuk melikuidasi posisi. 
Konsep trading pada tingkat tehnikal alanalis tidak mengenal news ataupun berita. Hal yang terpenting dalam konsep ini adalah mengembalikan posisi setelah likuidasi ke posisi semula. Misalnya setelah merencanakan untuk mengambil posisi menjual JPY untuk 3 atau 6 bulan ke depan, maka setelah melikuidasi posisi 104.30 dan mengambil profit 103.80, tidak peduli apakah akan ada news atau tidak mereka bisa memasang limit order di 104.30 atau diatasnya jika melihat masih naik. Hal yang sama juga berlaku bila mereka merencanakan untuk mengambil posisi beli GBP untuk jangka waktu 3 atau 6 bulan ke depan. Setelah melikuidasi posisi katakanlah beli di harga 1.6300 dan menjual diharga 1.6400, maka setiap penurunan yang terjadi dibawah 1.6400 dapat dibeli kembali. Untuk memasuki posisi mereka tinggal menempatkan limit order yang memungkinkan kembali mempunyai posisi buy GBP.
Untuk trader pada tingkatan analisis trader, limit order hanya bisa digunakan sebagai alat atau sarana untuk melakukan likuidasi. Sementara untuk entry posisi tidak bisa dikarenakan adanya analisa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Jadi lebih banyak menggunakan entry poin on the spot atau entry poin langsung.

AVERAGE : Don't do that

Biasanya bila tidak mau menggunakan STP, kebanyakan trader akan menggunakan tehnik average. Average adalah suatu tehnik menambah posisi yang tujuannya untuk memperbaiki kerugian floating dengan harapan pasar akan bergerak kembali ke posisi semula. Contohnya, menjual JPY di 102.30 pasar bergerak naik kemudian menjual lagi di 104.30 atau menjual GBP di 1.6300 kemudian pasar bergerak naik dan menjual lagi di 1.6400.
Sebenarnya tindakan average bisa dan dapat dilakukan asalkan terjadi penambahan margin sebesar margin awal untuk sebuah posisi (baca kembali tentang margin). Jika hal itu tidak dilakukan, maka besar kemungkinan pasar yang akan menghabisi posisi karena kekurangan margin. Meskipun tindakan average tanpa penambahan margin kadang-kadang bisa berhasil, secara jangka panjang tindakan ini bisa menjadi bumerang yang membawa kedalam jurang. Jadi kalau tidak mau menggunakan STP dan juga tidak bisa melakukan average, lalu apa yang harus dilakukan? Biarkan saja, kalau posisi itu berada didalam area top konsolidasi atau bottom konsolidasi, tapi kalau konsolidasi terjadi di area rally, tidak ada jalan lain, harus melakukan "cut loss" pada harga terbaik (baca kembali tentang struktur trend).
Alasan lainnya mengapa average itu sebaiknya dihindari atau tidak dilakukan sama sekali adalah karena posisi yang di-average adalah posisi dimana kita sebenarnya meng-counter atau melawan arah pasar. Jadi kemungkinan untuk mendapatkan rata-rata antara posisi pertama dan posisi berikutnya agak sulit karena biasanya trend yang sedang berjalan jarang sekali terjadi penurunan hampir 50% dari titik awal bergerak pada saat pertama bergerak naik. Kedua adalah ketika mencari entry point untuk average belum tentu kita ada di bottom atau di puncak harga pasar. Sehingga akhirnya tujuan average yang berarti rata-rata itu tidak bisa tercapai.
Selain faktor tehnis diatas, faktor lain adalah psikologis trading. Sudah bisa dipastikan bahwa mereka yang melakukan average, tingkat penerimaan terhadap kerugian masih kurang dan ini akan berakibat pada sikap waktu melakukan likuidasi posisi. Belum tentu pada kondisi harga runing kembali kepada titik average, kesemua posisi akan dilikuidasi. Harapan untuk mendapatkan keuntungan biasanya membuat posisi tidak dilikuidasi dan akhirnya pasar bergerak menjauhi titik likuidasi. Ini adalah hal yang manusiawi, jangankan rugi seri saja kadang-kadang kita tidak mau.

Rabu, 25 Desember 2013

Cara memasang STP

Hampir semua orang yang memasuki dunia trading pasti diperingatkan dengan STP. Dan kebanyakan pertama atau beberapa kali melakukannya, tapi kemudian tidak lagi. Mengapa? Jera, karena STP hanya disentuh dan harga kembali lagi ke posisi semula dan akhirnya tidak mau lagi memasang STP. Kesalahan sebenarnya bukan pada STP nya, tetapi pada cara menggunakan dan memasang STP tersebut.
Tujuan utama dari memasang STP adalah membatasi posisi jika market bergerak keluar dari range trading. Jadi selama pasar berada dalam suatu range trading tidak perlu menempatkan STP. Kesalahan utama yang sering terjadi adalah memasuki posisi dan menempatkan STP dalam jumlah poin tertentu, 40/50 poin tanpa memperhitungkan kondisi pasar. Jika pasar dalam kondisi range trading sudah bisa dipastikan bahwa posisi STP itu akan kena dan harga kembali lagi. Jadi bagaimana cara memasangnya?
Saya membagi STP itu dalam dua keadaan, pertama adalah STP yang dipasang ketika market belum terbentuk atau market belum mempunyai tema dan kedua setelah market mempunyai tema. Sebagai contoh adalah grafik JPY dibawah ini,
Kalau kita memasuki pasar katakanlah di 103.20 sebelum formasi pasar terbentuk, STP itu harus ditempatkan diatas level 103.92. Mengapa karena kalaupun kemudian pasar bergerak naik misalnya sampai ke 103.40/50 pasar pasti akan bolak balik dan membentuk formasi terlebih dahulu. Jadi kalau memasang STP dibawah itu ada kemungkinan untuk kena kemudian pasar kembali lagi ke bawah. Ketika pasar sudah membentuk formasi, biasanya setelah melewati pasar Asia high-low harian sudah memiliki range STP harus di-adjusment atau di sesuaikan dengan kondisi pasar, tidak perlu STP yang terlalu jauh lagi, 20/30 point sudah cukup, bahkan sedikit break high saja sudah megindikasikan pasar akan naik. Tentang formasi pembentukan harga silahkan ikuti kembali bahagian yang membicarakan tema pasar.
Contoh  lainnya tentang cara memasang STP adalah grafik GBP dibawah ini,
Dengan kenaikan Pound yang begitu drastis posisi beli tidak bisa dipasang STP ketika mula-mula terjadi penurunan. Yang ada hanyalah STP antisipasi dibawah 1.6272, karena kalau diatas level ini sebelum terbentuk suatu formasi, pasti akan cuma kena touch down saja. Tetapi kemudian sesudah terbentuk formasi STP harus di adjusment dibawah level 1.6310, karena kalau memasang STP di bawah 1.6272 sekarang menjadi hal yang percuma. Jika nanti harga ini bergerak naik lagi harus ada adjusment up, karena level STP dibawah 1.6310 sekarang menjadi percuma.
Oleh karena itu dalam memasang STP yang terpenting bukan pada berapa besar poinnya tapi pada adjusment yang harus dilakukan ketika formasi pasar sudah terbentuk. Terkadang ada yang mengatakan bahwa ketika formasi pasar sudah terbentuk itu jarak STP nya terlalu sedikit. Hal itu memang benar, justru yang sedikit itu yang lebih efektif, karena pasar masih memiliki ruang untuk bergerak lebih banyak diatas atau dibawah STP yang ditempatkan.

STP : I DON'T LIKE IT

Siapa juga yang suka rugi? Saya juga tidak, anda juga tidak, hampir semua orang tidak suka rugi. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka, STP adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan untuk dilakukan dalam trading. Mengapa? Kalau kerugian awal itu bisa mendatangkan keadaan yang lebih menguntungkan mengapa harus menolak untuk melakukannya.
Saya dulu juga tidak suka memasang STP ketika melakukan transaksi, tetapi kemudian setelah menyadari beberapa keuntungannya saya berusaha untuk menggunakannya, meskipun terkadang sering juga terlupa. Hal ini tidak terlepas dari sifat kita sebagai manusia yang tidak mau merugi.
Keuntungan pertama dari STP adalah menyehatkan margin. Dengan membatasi kerugian, sisa margin yang ada masih memungkinkan kita untuk kembali ke pasar untuk mendapatkan peluang lainnya. Membiarkan fluktuasi harga menghabiskan margin membuat kita kehilangan kesempatan dalam momen yang lainnya.
Keuntungan lainnya dari STP adalah keuntungan waktu. Harus disadari bahwa pergerakan harga itu terjadi dan bergerak dari suatu range area ke area lainnya. Ketika suatu range area ditinggalkan dan bermain di range area yang baru, diperlukan waktu untuk bisa kembali ke range area semula. Jadi daripada kita menghabiskan waktu dengan menunggu pasar kembali ke range area semula mengapa kita memasang STP saja dan re-enter posisi lagi dalam range yang baru. Contohnya adalah grafik dibawah ini,
Posisi Sell dilevel 103.00 yang tidak di stop, akan membuat kita membuang waktu menunggu harga kembali kelevel ini. Akan tetapi dengan STP di 103.33, sekarang kita mempunyai kesempatan untuk re-enter posisi di 104 area. Jika pasar ini berfluktuasi di level ini bolak balik kita bisa mendapatkan keuntungan yang lebih dari pada kerugian yang terjadi ketika kita memasang STP.
Catatan untuk pemula STP adalah Stop Order yang dipasang untuk membatasi kerugian.

Selasa, 24 Desember 2013

Dasar perhitungan margin, floating profit dan floating loss

Margin adalah jumlah dana jaminan minimal yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi. Nilai margin ini terletak sesudah balance dan equity di terminal trading. Besar dan kecilnya nilai margin selain tergantung kepada volume transaksi juga tergantung kepada leverage yang dipilih pada waktu membuka account. Jika yang dipilih adalah leverage 1:200 maka besar margin adalah 1/200 dari nilai transaksi dan jika leveragenya 1:500, maka besar nilai margin adalah 1/500 dari nilai transaksi. Untuk mata uang USDCHF, USDJPY dan USDCAD besarnya sama, contohnya jika nilai kontrak adalah 10.000, maka margin untuk volume 1lot dengan leverage 1:200 adalah 1/200 x 10.000 USD = 50 USD. Tetapi untuk mata uang EURUSD, GBPUSD, AUDUSD dan NZDUSD nilainya berbeda-beda meskipun leverage dan nilai kontraknya sama. Margin dari keempat mata uang ini tergantung kepada harga diwaktu kita melakukan transaksi, misalnya kita membeli 1lot GBPUSD diharga 1.6300, maka besar marginnya adalah 1/200 x 10000 x 1.6300 = 1/200 x 16.300 USD = 81.5 USD.
Floating Profit/Loss adalah kondisi dimana posisi belum dilukuidasi. Sedangkan Profit atau Loss adalah posisi yang sudah dilikuidasi. Sebenarnya dalam cara menghitung sama saja, hanya tergantung pada harga yang digunakan. Kalau liquidasi harganya sudah tetap sementara floating mengikuti harga yang sedang berjalan atau running.
Untuk mata uang USDJPY, USDCHF dan USDCAD, rumus perhitungannya adalah,

Sebagai contoh adalah posisi jual 1lot JPY diharga 104.50 dengan nilai kontrak per 1lot 10000, ketika harga turun ke 104.00, maka ada floating profit sebesar 50 poin, atau

1 x 10000 x (104.50-104.00)/104.00 = 10000 x 0.004807 = 48.7 USD

Untuk mata uang EURUSD, GBPUSD, AUDUSD dan NZDUSD, rumus perhitungannya adalah,
 
Sebagai contoh adalah posisi beli 1lot GBP diharga 1.6300 dengan nilai kontrak 10000 per 1lot, ketika harga naik ke 1.6350, maka ada floating profit sebesar 50 poin atau senilai,

1 x 10000 x (1.6350-1.6300) = 10000 x 0.0050 = 50 USD

Untuk mata uang crossrate, rumus perhitungannya adalah

Mengapa ada nilai pembagi untuk perhitungan USDJPY, sementara GBPUSD tidak? Hal ini dikarenakan dasar perhitungan yang kita gunakan adalah USD dan jika kita menjual USDJPY diharga 104.50 sama dengan nilainya 1045000 Yen kalau nilai kontraknya 10000. Dan ketika harga turun ke 10400, nilainya menjadi 1040000 Yen dengan keuntungan 5000 Yen. Nilai inilah yang kemudian menimbulkan pembagi karena harus dikonversi kembali ke USD.   Sementara untu GBPUSD tidak perlu karena ketika kita membeli 1lot yang nilai kontraknya 10000 diharga 1.6300 sama harganya dengan 16300 USD. Kenaikan ke harga 1.6350 sama nilainya dengan 16350 USD. Jadi selisihnya langsung didapatkan dalam bentuk USD.




Senin, 23 Desember 2013

Tentang Trend 4 : Fenomena Trend dan Trader

Apa yang terjadi ketika ada peringatan pemerintah tentang akan adanya letusan gunung Merapi di Yogya beberapa tahun silam. Sesaat pendudukpun mengungsi, tidak berapa lama kembali lagi pulang. "Ah tidak apa apa kok, aman, itu kan baru perkiraan". Kemudian terjadi letusan kecil, pendudukpun kembali mengungsi, tapi tidak berapa lama kembali lagi pulang karena tidak ada letusan susulan. Dan pada akhirnya gunung Merapipun meletus memakan banyak korban. Seperti itulah fenomena dari trend pergerakan harga itu. Trend adalah berbicara tentang sesuatu yang akan terjadi di saat mendatang, sesuatu yang bersifat future. Cara atau sistim apapun yang kita gunakan untuk menentukan trend, tidak akan berguna sama sekali kalau kita tidak memiliki keyakinan bahwa hal itu akan terjadi nantinya. Trend yang naik atau turun itu bukan suatu gerakan linear tapi sebuah gelombang yang disertai oleh gerakan turun dan naik. Hal inilah yang meyebabkan mengapa kita meragukan indikasi atau tanda tanda dari sebuah trend. 
Hampir kebanyakan pemula yang melakukan trading mendapatkan untung, tapi pada akhirnya banyak yang mengalami kerugian. Mengapa? Ini adalah fenomena lain dari sebuah trend. Kita lupakan sejenak jawabannya, kita ikuti ilustrasi berikut ini.
Seandainya anda mempunyai kelebihan dana dan ada dua penawaran penjualan tanah. Yang satu ada di daerah pingiran kota, sedangkan yang satunya lagi ada di tengah kota. Perbandingan harga tanah di kota lebih kurang 4x lipat daripada yang di pinggir kota. Mana yang anda pilih? Sudah pasti yang di pingir kota. Ini adalah pilihan yang paling umum. Tapi bayangkan apa yang terjadi beberapa tahun lagi? Mana yang akan lebih cepat mengalami kenaikan harga? Seperti itulah kondisi kita pada umumnya tentang harga membeli yang murah dan hal itu tidak salah. 
Sekarang kita kembali ke pertanyaan diatas, mengapa hampir rata-rata mereka yang memulai trading mendapatkan keuntungan dan rugi pada akhirnya? Ini dikarenakan seorang pemula ketika pertama melakukan transaksi belum mempunyai gambaran tentang harga murah dan mahal. Jadi pada saat pertama melakukan transaksi hampir semua mengikuti trend pasar yang terjadi saat itu. Kemudian ketika sudah cukup lama mengikuti dan sudah mulai mengenal harga yang tinggi dan murah transaksi yang terjadi adalah berbalik melawan arah pasar.
 
Kita lihat kenbali struktur trend diatas. Didaerah mana kita kebanyakan melakukan transaksi? Didaerah konsolidasi, karena zona ini sesuai dengan logika kita tentang harga. Kalau dari gambar diatas  adalah wajar kalau kita mengambil posisi jual ketika ada diposisi top konsolidasi itu. Tapi apa yang terjadi ketika harga memasuki zona rally? Masihkah kita mengambil posisi jual? Sulit sekali, karena sekarang berlawanan dengan logika kita tentang harga yang murah. Mungkin ada juga terkadang keinginan untuk mengambil posisi jual dan celakanya ketika mengambil posisi itu terjadi swing yang mengarah keatas, sehingga akhirnya ketika harga turun kita berlari dengan kencang melikuidasi posisi, sementara harga itupun turun meninggalkan kita makin kebawah. Masih beranikah kita menjual lagi? Tidak, lalu apa yang kita lakukan? Mengambil posisi beli karena sudah merasa murah sesuai dengan logika kita tentang harga dan kitapun mengalami floating sampai harga benar benar berhenti di bottom area tanpa pernah kembali ke harga kita.

Minggu, 22 Desember 2013

Tentang Trend 3 : Cara memperkirakan trend sebuah mata uang

Ada banyak cara untuk menentukan atau memperkirakan trend sebuah mata uang. Secara umum saya membaginya dalam 3 kelompok, yaitu cara sederhana, cara tehnikal dan menggunakan CRI (Currency Relation Indeks). 
Secara sederhana menentukan trend dapat dilakukan dengan metoda "psikologis support resistant" dan time frame dari grafik atau mata uang tersebut. Sebagai contoh adalah mata uang Euro yang berada dilevel 1.3700. Angka-angka psikologis untuk mata uang ini adalah 1.2000, 1.3000, 1.4000, 1.5000, 1.6000 dstnya. Saat ini Euro bergerak dari harga 1.3 menuju 1.4, secara psikologis support dan resistant selama Euro belum kembali ke bawah harga 1.3300 atau 1.2700, maka Euro potensial untuk bergerak naik menuju ke harga 1.4 lebih. Jika harga melewati 1.4 dan bertahan diatas 1.3700 maka Euro masih potensial menuju ke area 1.5. Dalam kenyataan setiap kenaikan harga yang terjadi itu pergerakannya lebih banyak seperti gerakan menaiki anak tangga, jadi melewati satu level demi satu level. Tapi kalau gerakan penurunan seringkali tidak demikian bisa lebih cepat daripada kenaikan yang terjadi. Jika menggunakan grafik kita bisa melihat trend itu dengan mengunakan time frame yang berbeda. Sebagai contoh adalah grafik daily Euro berikut ini,

Dari grafik sederhana diatas kita melihat bahwa ada kemungkinan Euro untuk turun dari level 1.38 karena gagal melewati level 1.4. Akan tetapi jika kita melihat dengan melakukan zooming, kita akan memperoleh grafik seperti dibawah ini,

Kita dapat melihat adanya konsolidasi harga yang cukup lama dilevel 1.3, sehingga kemungkinan untuk turun jadi berkurang. Jika kita melihat dengan time frame weekly, kita akan melihat betapa kuatnya konsolidasi yang terjadi.

Konsolidasi dapat diartikan juga sebagai berkumpulnya kekuatan untuk bergerak, karena ini adalah gerakan dibahagian bawah, maka konsolidasi ini dapat kita anggap sebagai gerakan untuk naik.
Secara tehnikal sebenarnya sangat banyak cara yang bisa dipergunakan untuk menentukan trend, seperti trend line, moving average, gann line, eliot wave dan lain-lain. Tentang tehnikal ini saya akan membahasnya secara tersendiri satu persatu. Diantara cara tehnikal yang banyak itu, yang paling mudah dan sederhana adalah menggunakan trendline atau garis trend. Sebagai contoh adalah grafik Euro berikut ini,

Garis yang pertama adalah garis yang gagal ketika ada penurunan ke level 1.36, ketika harga naik lagi dari level 1.36 kita bisa membuat garis trendline yang baru. Berdasarkan garis trendline tersebut, selama harga tidak dibawah 1.3500 atau tidak melewati garis trendline itu harga potensial untuk naik. Jika menggunakan grafik weekly, toleransi untuk mengganggap harga tetap naik jauh lebih rendah lagi, seperti yang ditunjukan grafik dibawah ini,

Selama harga masih diatas level 1.32 atau belum melewati trenline harga masih tetap dianggap naik.
Pada prinsipnya Currency Relation Indeks adalah metoda matematis yang digunakan untuk melihat kekuatan hubungan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya.

Cara ini sebenarnya bukan cara yang umum dalam menentukan trend, cara ini sebenarnya adalah cara yang saya kembangkan sendiri dengan mengunakan model matematis. Karena penjelasan dan caranya yang agak rumit, mungkin saya akan menjelaskannya pada bahagian tersendiri.